Semut - Semut Nakal




Sebel…
Itulah perasaan saya ketika jempol kaki saya digigit semut. Rasa gatal dan panas tak henti – hentinya bersarang pada jempol kaki saya. Ternyata banyak semut yang keluar dari lantai. Rasanya ingin hati mengambil sapu dan segera memberantasnya sampai bersih. Tapi tiba – tiba keinginan itupun saya urungkan ketika melihat ada hal yang menarik dari semua. Apakah itu? Pasti penasaran kan?

Ternyata banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari semut – semut nakal tersebut. Setelah saya perhatikan banyak sekali hal – hal yang perlu kita contoh dari kehidupan si semut. Pertama, ketika saya perhatikan, semut – semut itu secara bergerombol membawa sebutir nasi. Itu adalah contoh pertama yang harus kita contoh. Jika semut saja bisa bergotong royong, mengapa kita manusia yang memiliki akal sehat tidak bisa seperti itu?. Kedua, pernahkah kita memperhatikan? Ketika semut berjalan, pasti saling menempelkan badan. Mungkin itu adalah cara mereka memberi salam. Kita harusnya malu, terkadang untuk menyapa teman saja kita jarang melakukannya, ya sebutan anak – anak jaman sekarang se katanya jaim. Yang ketiga, semut adalah makhluk yang pantang menyerah. Pernah saya iseng meletakkan sebuah kayu pada saat semut – semut sedang berjalan. Bukan berbalik arah, tapi semut tetap berjalan melintasi kayu tersebut. Nah kita wajib mencontoh semut – semut itu. Terkadang pada saat kita terkena masalah, pasti rasa putus asa membelenggu dihati kita. Kita lebih memilih mundur ketimbang maju tapi melewati jalan yang terjal.

Untuk itu marilah sobat semua kita wajib belajar dari semua yang ada di alam ini agar menjadi jiwa yang lebih dewasa.

Lampiaskan Kemarahan dengan Hal Positif




Mungkin lucu jika saya tulis hal sepele semacam ini. Tapi tahukah, apa yang selalu saya lakukan jika saya sedang marah atau kesal? Mengepel lantai, nah itulah jawabannya. Entah mengapa mengepel lantai menjadi pelampiasan yang sangat memuaskan bagi saya.
Disaat saya sedih atau kesal dengan seseorang, saya tak perlu marah – marah atau mengomel. Masuk kedalam, kemudian segera saya mengambil peralatan untuk mengepel. Kepuasannya mungkin terletak pada ketika saya mengusap lantai dengan kerasnya, lantai hanya terdiam. Ketika saya terus menggosok dengan kerasnya lantaipun akan tetap diam. Disamping itu setelah selesai mengepel keringat pasti keluar bercucuran. Rasa panas, gerah pasti ikut menyertainya. Pastilah sehabis itu saya minum sebotol air dan segera bergegas mandi. Dan tanpa dirasa rasa kesal saya pasti hilang dengan sendirinya, seiring dengan hilangnya keringat – keringat saya. Yang ada hanya rasa segar dan puas melihat lantai rumah bersih. Biasanya setelah itu saya tidur.
Ya, lucu bukan cara melampiaskan kemarahan saya? Mungkin setiap orang memiliki cara – cara pelampiasan yang berbeda. Apapun itu, jangan sampai kita melampiaskan kemarahan kita dengan cara yang salah. Jangan sampai kita menyakiti orang lain. Carilah pelampiasan yang bisa memuaskan hati kita dengan cara yang baik tentunya. Misalnya dengan menulis, memasak, berenang, melakukan ibadah, dll. Yang terpenting pelampiasan kita bisa bermanfaat.

Perhatian dari sambal terong seribu rupiah

    Kemarin, ku lihat seorang nenek yang begitu semangat dalam menjalani hidup. Sebenarnya sudah lama aku memperhatikan nenek tersebut. Dalam kesehariannya, beliau tak kenal lelah mencari sesuap nasi. Dengan cara yang halal tentunya. Dari menitipkan tahu bacem, sampai mencari sesuatu di sekitarnya untuk dijual nenek. Biasanya kayu atau kardus–kardus yang berserakan di jalan beliau ambil dan selanjutnya dijual. Walaupun susah, sepertinya meminta–minta adalah pantang beliau lakukan. Inilah figure yang sedang aku amati. Sederhana memang. Tapi bisa aku jadikan untuk pelajaran hidup. Senyumnya yang indah, yang tanpa dibuat–buat, selalu menghiasi wajah beliau. Sepertinya tak ada beban dalam hidupnya. Bahkan setiap kami bertemu, ada saja kelucuan–kelucuan yang nenek buat. Kadang nenek juga mengeluh dengan keadaannya, anak–anaknya tak lagi memperhatikan nenek. Sampai nenek harus mencari makan sendiri. Tapi kesedihan itu tak berlangsung lama. Setelah bercerita, nenek pasti kembali tertawa. Nenek pernah berpesan, agar kelak aku tak seperti anak–anaknya. Nenek berpesan agar aku selalu menjaga dan menyayangi orang tuaku. Pernah sekali aku dipeluk nenek. Akupun tak menyangka. Hanya gara-gara sambal terong seribu rupiah, aku dipeluknya. Begitu banyak ucapan terima kasih yang beliau limpahkan padaku. Sepertinya bukan karena sambal terong seribu rupiahlah yang membuat nenek memelukku, tapi nenek sepertinya tengah haus perhatian. Perhatianlah yang sebenarnya sedang nenek rindukan. Nenek sesepuh beliau, seharusnya mendapat perhatian lebih dari anak dan cucu-cucunya. Tak usah muluk-muluk. Hanya dengan sambal terong seribu rupiah, nenek sudah merasa senang kok. Aku malah jadi teringat nenekku. Mungkin nenekku juga merasa kesepian seperti itu. Dari kecil, nenekku selalu bersamaku. Tapi sekarang, aku harus meninggalkan nenek demi meraih impianku. Aku janji, setelah aku meraih impian, aku tak akan membiarkan nenekku dalam kesendirian. Dengan syarat, nenekku harus janji untuk menungguku sampai aku bisa menggenggam impian ditanganku. Dan kelak akan bersama-sama untuk melihat kesuksesanku. Aamiin